Rabu, 21 Maret 2012

Aku memanggilmu

Aku Memanggil Kalian.....

Berkali-kali aku memanggilnya,

Berkali-kali aku menyebutnya,

Berkali-kali

Berkali-kali

Muhammad,

Ya Muhammad,

Sang Kekasih

Rahasia Cinta

Ruh Kasih

(Emha Ainun Nadjib)

Sahabat, apa kabar semuanya? Mudah-mudahan kalian semua diberikan limpahan kasih sayang Nya yang tak berhingga. Aamiin.btw.. Saya ingin meminjam waktu kalian sebentar dan semoga sudilah kalian meluangkannya. Ada seseorang yang ingin bertutur kepada kita. Ada seseorang yang ingin mengisahkan selaksa kehidupan yang mungkin sering kita dengar. Beginilah lantunannya. Simak baik-baik ya… Mudah-mudahan bermanfaat.

Bismillah, Assalamu’alaikum….

Perkenalkan!

Namaku Bilal. Ayahku bernama Rabah, seorang budak dari Abesinia, oleh karena itu nama panjangku Bilal Bin Rabah. Aku tidak tahu mengapakah Ayah dan Ibuku sampai di sini, Makkah. Sebuah tempat yang hanya memiliki benderang matahari, hamparan sahara dan sedikit pepohonan. Aku seorang budak yang menjadi milik tuannya. Umayyah, biasa tuan saya itu dipanggil. Seorang bangsawan Quraisy, yang hanya peduli pada harta dan kefanaan. Setiap jeda, aku harus bersiap kapan saja dilontarkan perintah. Jika tidak, ada cambuk yang menanti akan mendera bagian tubuh manapun yang disukainya.

Setiap waktu adalah sama, semua hari juga serupa tak ada bedanya, yakni melayani majikan dengan sempurna. Hingga suatu hari aku mendengar seseorang menyebutkan nama Muhammad. Tadinya aku tak peduli, namun kabar yang ku dengar membuatku selalu memasang telinga baik-baik. Muhammad, mengajarkan agama baru yaitu menyembah Tuhan yang maha tunggal. Tidak ada tuhan yang lain. Aku tertarik dan akhirnya, aku bersyahadat diam-diam.

Namun, pada suatu hari majikanku mengetahuinya. Aku sudah tahu kelanjutannya. Mereka memancangku di atas pasir sahara yang membara. Matahari begitu terik, seakan belum cukup, sebuah batu besar menindih dada ini. Mereka mengira aku akan segera menyerah. Haus seketika berkunjung, ingin sekali minum. Aku memintanya pada salah seorang dari mereka, dan mereka membalasnya dengan lecutan cemeti berkali-kali. Setiap mereka memintaku mengingkari Muhammad, aku hanya berucap “Ahad... ahad”. Batu diatas dada mengurangi kemampuanku berbicara sempurna. Hingga suatu saat, seseorang menolongku, Abu Bakar menebusku dengan uang sebesar yang Umayyah minta. Aku pingsan, tak lagi tahu apa yang terjadi.

Segera setelah sadar, aku dipapah Abu Bakar menuju sebuah tempat tinggal Nabi Muhammad. Kakiku sakit tak terperi, badanku hampir tak bisa tegak. Ingin sekali rubuh, namun Abu Bakar terus membimbingku dengan sayang. Tentu saja aku tak ingin mengecewakannya. Aku harus terus melangkah menjumpai seseorang yang kemudian ku cinta sampai nafas terakhir terhembus dari raga. Aku tiba di depan rumahnya. Ada dua sosok disana. Yang pertama adalah Ali bin Abi Thalib sepupunya yang masih sangat muda dan yang di sampingnya adalah dia, Muhammad.

Muhammad, aku memandangnya lekat, tak ingin mata ini berpaling. Ku terpesona, jatuh cinta, dan merasakan nafas yang tertahan dipangkal tenggorokan. Wajahnya melebihi rembulan yang menggantung di angkasa pada malam-malam yang sering ku pandangi saat istirahat menjelang. Matanya jelita menatapku hangat. Badannya tidak terlalu tinggi tidak juga terlau pendek. Dia adalah seorang yang jika menoleh maka seluruh badannya juga. Dia menyenyumiku, dan aku semakin mematung, rasakan sebuah aliran sejuk sambangi semua pori-pori yang baru saja dijilati cemeti.

Dia bangkit, dan menyongsongku dengan kegembiraan yang nampak sempurna. Bahkan hampir tidak ku percaya, ada genangan air mata di pelupuk pandangannya. Ali, saat itu bertanya “Apakah orang ini menjahati engkau, hingga engkau menangis”. “Tidak, orang ini bukan penjahat, dia adalah seorang yang telah membuat langit bersuka cita”, demikian Muhammad menjawab. Dengan kedua tangannya, aku direngkuhnya, di peluk dan di dekapnya, lama. Aku tidak tahu harus berbuat apa, yang pasti saat itu aku merasa terbang melayang ringan menjauhi bumi. Belum pernah aku diperlakukan demikian istimewa.

Selanjutnya aku dijamu begitu ramah oleh semua penghuni rumah. Ku duduk di sebelah Muhammad, dan karena demikian dekat, ku mampu menghirup wewangi yang harumnya melebihi aroma kesturi dari tegap raganya. Dan ketika tangan Nabi menyentuh tangan ini begitu mesra, aku merasakan semua derita yang mendera sebelum ini seketika terkubur di kedalaman sahara. Sejak saat itu, aku menjadi sahabat Muhammad.

Kau tidak akan pernah tahu, betapa aku sangat beruntung menjadi salah seorang sahabatnya. Itu ku syukuri setiap detik yang menari tak henti. Aku Bilal, yang kini telah merdeka, tak perlu lagi harus berdiri sedangkan tuannya duduk, karena aku sudah berada di sebuah keakraban yang mempesona. Aku, Bilal budak hitam yang terbebas, mereguk setiap waktu dengan limpahan kasih sayang Al-Musthafa. Tak akan ada yang ku inginkan selain hal ini.

Oh iya, aku ingin mengisahkan sebuah pengalaman yang paling membuatku berharga dan mulia. Inginkah kalian mendengarnya?

Di Yathrib, mesjid, tempat kami, umat Rasulullah beribadah telah berdiri. Bangunan ini dibangun dengan bahan-bahan sederhana. Sepanjang hari, kami semua bekerja keras membangunnya dengan cinta, hingga kami tidak pernah merasakan lelah. Nabi memuji hasil kerja kami, senyumannya selalu mengembang menjumpai kami. Ia begitu bahagia, hingga selalu menepuk setiap pundak kami sebagai tanda bahwa ia begitu berterima kasih. Tentu saja kami melambung.

Kami semua berkumpul, meski mesjid telah selesai dibangun, namun terasa masih ada yang kurang. Ali mengatakan bahwa mesjid membutuhkan penyeru agar semua muslim dapat mengetahui waktu shalat telah menjelang. Dalam beberapa saat kami terdiam dan berpandangan. Kemudian beberapa sahabat membicarakan cara terbaik untuk memanggil orang-orang.

“Kita dapat menarik bendera” seseorang memberikan pilihan.

“Bendera tidak menghasilkan suara, tidak bisa memanggil mereka”

“Bagaimana jika sebuah genta?”

“Bukankah itu kebiasaan orang Nasrani”

“Jika terompet tanduk?”

“Itu yang digunakan orang Yahudi, bukan?”

Semua yang hadir di sana kembali terdiam, tak ada yang merasa puas dengan pilihan-pilihan yang dibicarakan. Ku lihat Nabi termenung, tak pernah ku saksikan beliau begitu muram. Biasanya wajah itu seperti matahari di setiap waktu, bersinar terang. Sampai suatu ketika, adalah Abdullah Bin Zaid dari kaum Anshar, mendekati Nabi dengan malu-malu. Aku bergeser memberikan tempat kepadanya, karena ku tahu ia ingin menyampaikan sesuatu kepada Nabi secara langsung.

“Wahai, utusan Allah” suaranya perlahan terdengar. Mesjid hening, semua mata beralih pada satu titik. Kami memberikan kepadanya kesempatan untuk berbicara.

“Aku bermimpi, dalam mimpi itu ku dengar suara manusia memanggil kami untuk berdoa...” lanjutnya pasti. Dan saat itu, mendung di wajah Rasulullah perlahan memudar berganti wajah manis berseri-seri. “Mimpimu berasal dari Allah, kita seru manusia untuk mendirikan shalat dengan suara manusia juga….”. Begitu nabi bertutur.

Kami semua sepakat, tapi kemudian kami bertanya-tanya, suara manusia seperti apa, lelakikah?, anak-anak?, suara lembut?, keras? atau melengking? Aku juga sibuk memikirkannya. Sampai kurasakan sesuatu diatas bahuku, ada tangan Al-Musthafa di sana. “Suara mu Bilal” ucap Nabi pasti. Nafasku seperti terhenti.

Kau tidak akan pernah tahu, saat itu aku langsung ingin beranjak menghindarinya, apalagi semua wajah-wajah teduh di dalam mesjid memandangku sepenuh cinta. “Subhanallah, saudaraku, betapa bangganya kau mempunyai sesuatu untuk kau persembahkan kepada Islam” ku dengar suara Zaid dari belakang. Aku semakin tertunduk dan merasakan sesuatu bergemuruh di dalam dada. “Suaramu paling bagus duhai hamba Allah, gunakanlah” perintah nabi kembali terdengar. Pujian itu terdengar tulus. Dan dengan memberanikan diri, ku angkat wajah ini menatap Nabi. Allah, ada senyuman rembulannya untukku. Aku mengangguk.

Akhirnya, kami semua keluar dari mesjid. Nabi berjalan paling depan, dan bagai anak kecil aku mengikutinya. “Naiklah ke sana, dan panggillah mereka di ketinggian itu” Nabi mengarahkan telunjuknya ke sebuah atap rumah kepunyaan wanita dari Banu’n Najjar, dekat mesjid. Dengan semangat, ku naiki atap itu, namun sayang kepalaku kosong, aku tidak tahu panggilan seperti apa yang harus ku kumandangkan. Aku terdiam lama.

Di bawah, ku lihat wajah-wajah menengadah. Wajah-wajah yang memberiku semangat, menelusupkan banyak harapan. Mereka memandangku, mengharapkan sesuatu keluar dari bibir ini. Berada diketinggian sering memusingkan kepala, dan ku lihat wajah-wajah itu tak mengharapkan ku jatuh. Lalu ku cari sosok Nabi, ada Abu Bakar dan Umar di sampingnya. “Ya Rasul Allah, apa yang harus ku ucapkan?” Aku memohon petunjuknya. Dan kudengar suaranya yang bening membumbung sampai di telinga “ Pujilah Allah, ikrarkan Utusan-Nya, Serulah manusia untuk shalat”. Aku berpaling dan memikirkannya. Aku memohon kepada Allah untuk membimbing ucapanku.

Kemudian, ku pandangi langit megah tak berpenyangga. Lalu di kedalaman suaraku, aku berseru:

Allah Maha Besar. Allah Maha Besar

Aku bersaksi tiada Tuhan Selain Allah

Aku bersaksi bahwa Muhammad Utusan Allah

Marilah Shalat

Marilah Mencapai Kemenangan

Allah Maha Besar. Allah Maha Besar

Tiada Tuhan Selain Allah.

Ku sudahi lantunan. Aku memandang Nabi, dan kau akan melihat saat itu Purnama Madinah itu tengah memandangku bahagia. Ku turuni menara, dan aku disongsong begitu banyak manusia yang berebut memelukku. Dan ketika Nabi berada di hadapan ku, ia berkata “Kau Bilal, telah melengkapi Mesjidku”.

Minggu, 18 Maret 2012

Surat Cinta Untuk Jiwaku dan Jiwamu

Surat ini kutujukan untuk diriku sendiri serta sahabat-sahabat tercintaku yang insya Allah tetap mencintai Allah dan RasulNya di atas segalanya.., karena hanya cinta itu yang dapat mengalahkan segalanya,cinta hakiki yang membuat manusia melihat segalanya dari sudut pandangan yang berbeda, lebih bermakna dan indah.



Surat ini kutujukan untuk hatiku dan hati sahabat-sahabat tercintaku yang kerap kali terisi oleh cinta selain dariNya, yang mudah sekali terlena oleh indahnya dunia, yang terkadang melakukan segalanya bukan karenaNya,lalu di ruang hatinya yang kelam merasa senang jika dilihat dan dipuji orang, entah di mana keikhlasannya..



Maka saat merasakan kekecewaan dan kelelahan karena perkara yang dilakukan tidak sepenuhnya berlandaskan keikhlasan, padahal Allah tidak pernah menanyakan hasil.Dia akan melihat kesungguhan dalam berproses. Surat ini kutujukan pula untuk jiwaku serta jiwa sahabat-sahabat tercintaku yang mulai lelah menapaki jalanNya ketika seringkali mengeluh, merasa dibebani bahkan terpaksa untuk menjalankan tugas yang sangat mulia. Padahal tiada kesakitan, kelelahan serta kepayahan yang dirasakan oleh seorang hamba melainkan Allah akan mengampuni dosa-dosanya.



Surat ini kutujukan untuk roh-ku dan roh sahabat-sahabat tercintaku yang mulai terkikis oleh dunia yang menipu, serta membiarkan fitrahnya tertutup oleh maksiat yang dinikmati, lalu di manakah kejujuran diletakkan??? Dan kini terabailah sudah nurani yang bersih, saat ibadah hanyalah sebagai rutin belaka, saat jasmani dan fikiran disibukkan oleh dunia, saat wajah menampakkan kebahagiaan yang penuh kepalsuan.

Coba lihat disana! Hatimu menangis dan meranakah?



Surat ini kutujukan untuk diriku dan diri sahabat-sahabat tercintaku yang sombong, yang terkadang bangga pada dirinya sendiri. Sungguh tiada satupun yang membuat kita lebih di hadapanNya selain ketakwaan.Padahal kita menyedari bahawa tiap-tiap jiwa akan merasakan mati, namun kitamasih bergulat terus dengan kefanaan. Surat ini kutujukan untuk hatikudan hati sahabat-sahabat tercintaku yang mulai mati, saat tiada getar ketika asma Allah disebut, saat tiada sesal ketika kebaikan berlalu begitu saja, saat tiada rasa takut padaNya ketika maksiat dilakukan,dan tiada merasa berdosa ketika mendzalimi diri sendiri dan orang lain.



Akhirnya surat ini kutujukan untuk jiwa yang masih memiliki cahaya meskipun sedikit, jangan biarkan cahaya itu padam. Maka terus kumpulkan cahaya itu hingga ia dapat menerangi wajah-wajah di sekeliling, memberikan keindahan Islam yang sesungguhnya hanya dengan kekuatan dariNya.



"Ya..Allah yang maha membolak-balikkan hati, tetapkan hati ini pada agamaMU, pada taat kepadaMu dan dakwah di jalanMu "

Wallahualambisshawab...

Semoga surat ini dapat membangkitkan iman yang sedang mati atau jalan di tempat, berdiam diri tanpa ada sesuatu amalanpun yang dapat dikerjakan. Kembalikan semangat itu sahabat- sahabat tercintaku....Ada Allah dan orang-orang beriman yang selalu menemani di kala hati"lelah".

Sabtu, 17 Maret 2012

Terkagum Pada Dunia

Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kalam-Nya, Al Qur’an sebagai penyejuk hati. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.



Sungguh diri ini kadang terkagum-kagum dengan dunia. Begitu terpesona sampai lupa daratan. Dunia pun dikejar-kejar tanpa pernah merasa puas. Sifat qona’ah, merasa cukup dengan setiap nikmat rizki pun jarang dimiliki. Demikianlah watak manusia. Inilah yang terjadi pada banyak orang, termasuk pula pada diri kami.



Dalam kesempatan kali ini, ada ayat yang patut jadi renungan. Semoga bisa menyejukkan hati. Hati yang terkagum-kagum pada dunia, semoga bisa tersadarkan diri. Ayat tersebut adalah firman Allah Ta’ala,





“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al Hadid: 20)



Beberapa faedah yang bisa kita gali dari ayat di atas:



Faedah pertama

Dunia ini hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan. Karenanya Allah firmankan,

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan”

Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam ayat lainnya,


“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imron: 14) Demikianlah Allah menyebutnya dalam rangka menyatakan bahwa dunia itu rendah.

Yang dimaksudkan dunia itu “la’ib” (permainan), adalah sesuatu yang batil. Sedangkan yang dimaksud “lahwu” (melalaikan), adalah segala sesuatu yang melalaikan dan pasti akan lenyap.

Syaikh As Sa’di rahimahullah mengatakan, ”Dalam ayat ini, Allah Ta’ala menceritakan mengenai bagaimanakah hakikat dunia yang sebenarnya. Diterangkan pula bagaimanakah berbagai tujuan dunia serta semangat manusia untuk menggapainya. Sungguh dunia ini benar-benar hanyalah mainan dan melalaikan. Badan jadi dibuat kepayahan dan hati pun dibuat lalai. Inilah realitas yang ada pada pengagung dunia. Lihat saja bagaimana pengagum dunia menghabiskan waktu dan umur mereka dalam hati yang penuh kelalaian, lalai dari dzikir pada Allah, juga lalai dari berbagai ancaman dan peringatan Allah. Lantas lihatlah mereka ketika mereka menjadikan agama sebagai candaan dan kesia-siaan. Hal ini jauh berbeda dengan orang yang sadar akan dunia akhirat (yang pasti ia jumpai). Hati mereka akan senantiasa rindu berdzikir pada Allah, mengenal dan mencintai-Nya. Orang yang memperhatikan akhirat benar-benar akan beramal untuk mendekatkan diri mereka pada Allah.”



Faedah kedua

Dunia ini hanyalah perhiasan. Allah Ta’ala berfirman,

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan” Perhiasan yang dimaksud adalah pakaian, makanan, minuman, kendaraan, rumah, istana dan kedudukan.



Faedah ketiga

Dunia jadi ajang berbangga di antara manusia, sibuk dengan memperbanyak harta dan begitu bangga dengan anak. Itulah yang Allah subhanahu wa ta’ala firmankan,

وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ

“dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak”.

Syaikh As Sa’di rahimahullah menerangkan, “Setiap pengagum dunia begitu saling berbangga satu dan lainnya. Inilah yang sering kita lihat. Mereka sangat ingin sekali tersohor dalam hal itu dari yang lainnya.”

Beliau menjelaskan lagi, “Setiap pengagum dunia akan selalu berbangga dengan banyaknya harta dan anak dari yang lainnya. Ini suatu realitas pada pengagum dunia.”



Lalu bagaimanakah sikap yang benar?

Syaikh As Sa’di rahimahullah menjelaskan kembali, “Hal ini berbeda dengan orang yang mengenal dunia dan hakikatnya. Ia hanya menjadikan dunia sebagai tempat berlalu, bukan negeri yang ia menetap selamanya. Dunia hanya dijadikan negeri sebagai ajang untuk saling berlomba mendekatkan diri pada Allah. Dunia hanya jadi sarana untuk sampai pada Allah. Jika ia melihat orang yang begitu bangga dan saling berlomba dalam harta dan anak, ia balas dengan berlomba (terdepan) dalam amalan sholih.”

Kalimat terakhir yang dikatakan oleh Syaikh As Sa’di di atas hampir sama dengan ucapan Al Hasan Al Bashri:

إذا رأيت الرجل ينافسك في الدنيا فنافسه في الآخرة

“Apabila engkau melihat seseorang mengunggulimu dalam hal dunia, maka unggulilah dia dalam hal akhirat.”



Faedah keempat

Dalam ayat ini Allah Ta’ala berfirman,

كَمَثَلِ غَيْثٍ

“seperti hujan”. Ghoits adalah hujan yang datang setelah sebelumnya manusia berputus asa dari turunnya. Ghoits inilah yang disebutkan dalam firman Allah,

“Dan Dialah yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah yang Maha pelindung lagi Maha Terpuji.” (QS. Asy Syura: 28). Ghoits inilah hujan yang membuat manusia terkagum-kagum karena sudah begitu lama tak kunjung turun.



Faedah kelima

Orang yang terkagum pada dunia dimisalkan dengan orang yang terkagum pada ghoits. Ghoits adalah hujan yang begitu lama dinantikan, sehingga jika hujan tersebut turun, maka orang pun akan terkagum-kagum, merasa takjub. Demikianlah sifat pengagum dunia. Allah Ta’ala berfirman,

كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ

“seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani.”

Lihatlah bagaimana tanaman yang tumbuh dari hujan tersebut begitu dikagumi. Demikianlah orang kafir yang mengagumi dunia. Mereka begitu tamak pada dunia dan begitu condong padanya.


Faedah keenam

Allah Ta’ala menjelaskan bagaimanakah sifat dunia. Bagaimanakah keadaan harta dan kemewahan dunia lainnya. Allah Ta’ala berfirman,

ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا

“kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur”

Allah Ta’ala menjelaskan bahwa nikmat dunia hanyalah nikmat dan perhiasan sementara yang akan sirna. Allah Ta’ala mensifatinya dengan tanaman yang terlihat kuning, padahal sebelumnya berwarna hijau nan ceria. Tanaman tersebut akhirnya pun hancur kering. Begitulah pula kehidupan dunia. Awalnya berada di masa muda, kemudian beranjak dewasa, lalu dalam keadaan lemah di usia senja. Manusia di masa mudanya begitu enak dipandang dan ia dalam kondisi fisik yang kuat. Kemudian ia pun beranjak dewasa dan berubahlah kondisi fisiknya. Lalu ia beranjak ke usia tua senja, ketika itu dalam keadaan lemah dan sulit untuk bergerak sebagaimana mudanya. Sebagaimana hal ini dijelaskan dalam firman Allah Ta’ala,


“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari Keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Ar Ruum: 54)



Faedah ketujuh

Ayat di atas menunjukkan bahwa dunia pasti akan sirna. Akhirnya dunia adalah suatu keniscayaan. Akhirat suatu hal yang pasti akan kita temui, tanpa diragukan lagi. Oleh karena itu, Allah Ta’ala menceritakan ancaman di akhirat dan juga memotivasi untuk meraih kebaikan di negeri yang kekal abadi. Allah Ta’ala berfirman,

وَفِي الآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ

“Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya.” Di akhirat cuma ada dua kemungkinan, yaitu mendapatkan siksa ataukah mendapatkan ampunan dari Allah dan meraih keridhoaan-Nya.



Faedah kedelapan

Dalam ayat ini kita diperintahkan untuk zuhud pada dunia dan lebih mementingkan akhirat. Karena sungguh, kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”.

Disebutkan dalam sebuah hadits, dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَوْضِعُ سَوْطٍ فِى الْجَنَّةِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا

“Satu bagian kecil nikmat di surga lebih baik dari dunia dan seisinya.”

Sungguh, nikmat dunia dibanding dengan nikmat akhirat amat jauh sekali. Namun kenapa kita lebih mengharap dunia dari akhirat? Mengapa kita lebih mengharap ridho manusia daripada ridho Allah?

Siapakah Kita...???

Siapakah orang yang sibuk ?

Orang yang sibuk adalah orang yang suka menyepelekan waktu solatnya seolah-olah ia mempunyai kerajaan seperti kerajaan Nabi Sulaiman a.s



Siapakah orang yang miskin ?

Orang yang miskin adalah orang tidak puas dengan nikmat yang ada selalu menumpuk-numpukkan harta.



Siapakah orang yang rugi ?

Orang yang rugi adalah orang yang sudah sampai usia pertengahan namun masih berat untuk beribadah dan amal-amal kebaikan.



Siapakah orang yang tertipu ?

Orang yang tertipu adalah mereka yang menyangka akan membawa nikmat dunia ke alam kuburnya, atau mereka yang merasa hidup cuma di alam dunia saja. Setiap nikmat serta anugrah Allah tidak mampu mendekatkan dirinya kepada Ilahi, akan tetapi dia justru lupa dan lalai untuk bersyukur.



Siapakah orang yang sengsara ?

Orang yang sengsara ialah orang iri hati dan dengki akan nikmat saudaranya. Setiap orang lain senang karena anugrah Allah, dia justru makin sempit hatinya karena ketidakpuasan jiwa.



Siapakah orang yang bangkrut ?

Orang yang bangkrut adalah orang yang pahala amal shalihnya habis untuk menutupi keburukan akhlaknya kepada sesama.



Siapakah orang yang mempunyai rumah yang sempit lagi dihimpit ?

Orang yang mempunyai rumah yang sempit adalah orang yang mati tidak membawa amal-amal kebaikkan lalu kuburnya menghimpitnya.



Siapakah orang yang mempunyai rumah yang paling luas ?

Orang yang mempunyai rumah yang paling luas adalah orang yang mati membawa amal-amal kebaikan di mana kuburnya akan di perluaskan sejauh mata memandang.



Siapakah orang yang paling cantik ?

Orang yang paling cantik adalah orang yang mempunyai akhlak yang paling baik.



Siapakah orang yang manis senyumanya ?

Orang yang mempunyai senyuman yang manis adalah orang yang ditimpa musibah lalu dia berkata "Inna lillahi wainna illaihi rajiuun." Lalu sambil berkata,"Ya Rabb, Aku ridha dengan ketentuanMu ini", sambil mengukir senyuman.



Siapakah orang yang memiliki mata paling indah ?

Orang yang memiliki mata terindah adalah mata yang banyak menangis karena Tuhannya. Mereka takut akan dosa dan azab siksa-Nya, mereka mengharap belai kasih dan maaf-Nya, dan mereka cinta dan rindu akan perjumpaan dengan-Nya.



Siapakah orang yang kaya ?

Orang yang kaya adalah orang yang bersyukur dengan apa yang ada dan tidak lupa akan kenikmatan dunia yang sementara ini.



Siapakah orang yang mempunyai akal ?

Orang yang mempunyai akal adalah orang-orang yang menghuni syurga kelak karena telah menggunakan akal sewaktu di dunia untuk menghindari siksa neraka.



Siapakah orang yang bahagia ?

Orang yang bahagia adalah mereka yang tidur di malam ini dengan tidak membawa beban dalam hatinya. Mereka memaafkan kejahilan saudaranya dan melapangkan urusan sesamanya.

Rabu, 14 Maret 2012

Agar Pedihnya Ujian Terasa Ringan

"Setiap hamba takkan pernah lepas dari ujian. Dgn diberinnya ujian, maka dapat diketahui sejauh mana kwalitas Iman sang hamba kepada Allah."

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman yg artinya,"Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan (saja),mereka mengatakan: Kami telah beriman, lalu tidak mendapat cobaan lagi." (QS. Al-Ankabut:2).

Sebagai orang arif kiranya kita tak perlu berkecil hati jika suatu ketika mendapat ujian dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Hal itu bukan berarti Allah Ta'ala membenci, bukan berarti Allah Ta'ala tak memperdulikan. Justru ujian demi ujian itu membuktikan bahwa Allah Subhanahu Wa Ta'ala suka dan sayang kepada kita. Semakin disayang, semakin berat yang kita lalui.

Betapa banyak pelajaran yang telah kita dengar dari kisah para Nabi. Meskipun mereka adalah "Kekasih-Nya", namun Allah Ta'ala memberikan cobaan yang sangat berat. Lebih berat dari cobaan yang kita terima. Perjalanan hidup Nabi Ibrahim Alaihissalam yang mendapat ujian berupa diperintah untuk menyembelih putra tersayangnya, Ismail.

Nabi Ayub Alaihissalam diuji dengan kekayaan lalu dimusnahkan. Kemudian ditimpakan penyakit yang menjijikkan, sehingga ia diusir orang kampungnya. Nabi Nuh Alaihissalam selama ratusan tahun berdakwah namun pengikutnya hanya 70 sampai dengan 80 orang saja.

Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wa sallam, dilempari kotoran unta, diancam dibunuh, diisolir dan diperlakukan tidak manusiawi oleh orang-orang kafir.

Orang yang arif menilai bahwa ujian dari Allah itu menyimpan rahasia yang luar biasa. Dibalik ujian terkandung Hikmah dan Kebaikan.

Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala, yang artinya:"Boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang tidak sedikit."(QS. An-Nisa' 19)

Maka pencerahan bathin sangat diperlukan agar kita menjadi berjiwa besar dalam menghadapi ujian. Sehingga ketika diri menemui kesulitan, maka dengan cerdas kita dapat mengambil pelajaran berharga dibalik peristiwa itu. Karenanya sabar memang diperlukan dalam segala kesadaan yang tampak menyedihkan.

"Sungguh akan menjadi ringan ujian yang menimpa seseorang, jika ia memahami bahwa Allah jua yang memberi cobaan itu. Dzat yang telah memberi cobaan buat dia adalah Dzat yang membebaskannya dengan berbagai pilihan Kebaikan."

Wallahu'alam bishawab.

Aku Paling Jelek

Ada suatu kisah seorang santri yg menuntut ilmu pada seorang Kyai. Bertahun-tahun telah ia lewati hingga sampai pada suatu ujian terakhir.
Ia menghadap Kyai untuk ujian tersebut.
"Hai Fulan, kau telah menempuh semua tahapan belajar dan tinggal satu ujian, kalau kamu bisa menjawab berarti kamu lulus ", kata Kyai.
"Baik pak Kyai, apa pertanyaannya ?"
"Kamu cari orang atau mahkluk yang lebih jelek dari kamu, kamu aku beri waktu tiga hari ".
Akhirnya santri tersebut meninggalkan pondok untuk melaksanakan tugas dan mencari jawaban atas pertanyaan Kyai-nya.

Hari pertama, sang santri bertemu dengan si Polan pemabuk berat yg dapat dikatakan hampir tiap hari mabuk-mabukan.
Santri berkata dalam hati, " Inilah orang yang lebih jelek dari saya. Aku telah beribadah puluhan tahun sedang dia mabuk-mabukan terus ". Tetapi sesampai ia di rumah, timbul pikirannya. "Belum tentu, sekarang Polan mabuk-mabukan siapa tahu pada akhir hayatnya Alloh memberi Hidayah (petunjuk) dan dia Khusnul Khotimah dan aku sekarang baik banyak ibadah tetapi pada akhir hayat di kehendaki Suul Khotimah, bagaimana ? Dia belum tentu lebih jelek dari saya.

Hari kedua, santri jalan keluar rumah dan ketemu dengan seekor anjing yg menjijikan rupanya, sudah bulunya kusut, kudisan dsb. Santri bergumam, " Ketemu sekarang yg lebih jelek dari aku. Anjing ini sudah haram dimakan, kudisan, jelek lagi " . Santri gembira karena telah dapat jawaban atas pertanyaan gurunya. Waktu akan tidur sehabis 'Isya, dia merenung, "Anjing itu kalau mati, habis perkara dia. Dia tidak dimintai tanggung jawab atas perbuatannya oleh Alloh, sedangkan aku akan dimintai pertanggung jawaban yg sangat berat yg kalau aku berbuat banyak dosa akan masuk neraka aku. "Aku tidak lebih baik dari anjing itu".

Hari ketiga akhirnya santri menghadap Kyai.
Kyai bertanya, "Sudah dapat jawabannya muridku ?"
"Sudah guru", santri menjawab. " Ternyata orang yang paling jelek adalah saya guru". Sang Kyai tersenyum, "Kamu aku nyatakan lulus".

Pelajaran yg dapat kita petik adalah:
Selama kita masih sama-sama hidup kita tidak boleh sombong/merasa lebih baik dari orang/mahkluk lain. Yang berhak sombong adalah Alloh SWT. Karena kita tidak tahu bagaimana akhir hidup kita nanti. Dengan demikian maka kita akan belajar berprasangka baik kepada orang/mahkluk lain yg sama-sama ciptaan Allah.

Selasa, 13 Maret 2012

Aku Dimakamkan Hari Ini

perlahan, semua pergi meninggalkanku,

masih terdengar jelas langkah langkah terakhir mereka

aku sendirian, di tempat gelap yang tak pernah terbayang,

sendiri, menunggu keputusan...



Istri, belahan hati, belahan jiwa pun pergi,

Anak, yang di tubuhnya darahku mengalir, tak juga tinggal,

Apatah lagi sekedar tangan kanan, kawan dekat,

rekan bisnis, atau orang-orang lain,

aku bukan siapa-siapa lagi bagi mereka.



Istriku menangis, sangat pedih, aku pun demikian,

Anakku menangis, tak kalah sedih, dan aku juga,

Tangan kananku menghibur mereka,

kawan dekatku berkirim bunga dan ucapan,

tetapi aku tetap sendiri, disini,

menunggu perhitungan ...



Menyesal sudah tak mungkin,

Tobat tak lagi dianggap,

dan ma'af pun tak bakal didengar,

aku benar-benar harus sendiri...



Tuhanku,

(entah dari mana kekuatan itu datang,

setelah sekian lama aku tak lagi dekat dengan-Nya),

jika kau beri aku satu lagi kesempatan,

jika kau pinjamkan lagi beberapa hari milik-Mu,

beberapa hari saja...



Aku harus berkeliling, memohon ma'af pada mereka,

yang selama ini telah merasakan zalimku,

yang selama ini sengsara karena aku,

yang tertindas dalam kuasaku.

yang selama ini telah aku sakiti hati nya

yang selama ini telah aku bohongi



Aku harus kembalikan, semua harta kotor ini,

yang kukumpulkan dengan wajah gembira,

yang kukuras dari sumber yang tak jelas,

yang kumakan, bahkan yang kutelan.

Aku harus tuntaskan janji janji palsu yg sering ku umbar dulu



Dan Tuhan,

beri lagi aku beberapa hari milik-Mu,

untuk berbakti kepada ayah dan ibu tercinta ,

teringat kata kata kasar dan keras yg menyakitkan hati mereka ,

maafkan aku ayah dan ibu ,

mengapa tak kusadari betapa besar kasih sayang mu

beri juga aku waktu,

untuk berkumpul dengan istri dan anakku,

untuk sungguh sungguh beramal soleh ,

Aku sungguh ingin bersujud dihadap-Mu,

bersama mereka ...



begitu sesal diri ini

karena hari hari telah berlalu tanpa makna

penuh kesia sia an

kesenangan yg pernah kuraih dulu, tak ada artinya

sama sekali mengapa ku sia sia saja ,

waktu hidup yg hanya sekali itu

andai ku bisa putar ulang waktu itu ...



Aku dimakamkan hari ini,

dan semua menjadi tak terma'afkan,

dan semua menjadi terlambat,

dan aku harus sendiri,

untuk waktu yang tak terbayangkan ..

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More